Senin, 27 Juni 2011

PERSIJA vs PSPS: 3 gol untuk 3 poin peringkat 3


Akhirnya ISL 2010/2011 selesai juga...
Setelah berjalan dengan penuh lika-liku, bahkan mendapat 'tamu tak diundang' dengan munculnya sebuah liga yang lain, namun tetap pada akhirnya, ISL mampu bertahan hingga selesai.

Berbagai kisruh di tubuh PSSI, munculnya berbagai figur baru yang merasa penting dalam persepakbolaan kita, nyatanya tak mampu membuat otak kami para suporter menjadi saru. Kami mencintai klub kami, itulah salah satu bentuk nyata, yang mungkin dipandang kecil dan nyaris tak menghasilkan apa-apa. Tapi, kami para suporter, tak punya uang haram yang ingin menyuap kalian pemegang hak suara. Kami tak punya hak suara yang akan membebani kami untuk memilih kandidat yang terus bersandiwara dengan uang. Ini bentuk cinta kami, kepada klub kami, kepada tim kami. Dan tim kami adalah bagian krusial dari persepakbolaan Indonesia. Klub kami terus ada walaupun ketua PSSI berganti periode. Klub kami selalu ada di hati, walaupun kami tahu, para pengurus pun tak becus.

Menilik pada Persija musim ini... Saya bukan orang yang tepat untuk menilai performance karena semua adalah hasil kerja keras maksimal tim dan pelatih. Sudah hampir setahun, saya agak menarik diri dari Persija, karena semakin kisruh dan penuh ketidak jelasan. Namun, setiap pertandingan di Jakarta, saya selalu hadir, walaupun hanya memberi kontribusi kecil dengan membantu pers saat peliputan dan melihat pertandingan.

Akhir-akhir ini, saya sering ngobrol dengan coach RD. Kesimpulan yang saya ambil adalah tidak boleh hanya menyalahkan performance tim, pemain dan pelatih, jika sebuah klub tidak bisa juara. Manajemen klub menjadi salah satu kunci kesuksesan untuk meraih goal tersebut. Berkaitan dengan satu mata kuliah yang sedang saya ambil tentang organisasi, ada 4 jenis organisasi: clan, adhocracy, hierarchy dan market culture. Penjelasannya, clan mengedepankan kekeluargaan, adhocracy mengutamakan kreatifitas, hierarchy mengedepankan perintah dan otoritas sedangkan market lebih mementingkan kompetisi pasar.

Saya melihat klub-klub di liga Indonesia yang memiliki culture clan-lah yang bisa memenangi kompetisi. Ada beberapa cerita yang saya dengar, bahkan ada yang saya lihat sendiri, bagaimana manajemen pengurus dan tim bisa sangat kompak dan kekeluargaan, terbuka satu sama lain, dan akhirnya bisa menang. Ya, saya tidak menyebut itu satu-satunya, tapi salah satunya. Ketika manajemen tim lancar, pengurus memperhatikan tim, maka tim bisa fokus untuk hal-hal dalam lapangan.

Tentang Persija, lagi-lagi yang perlu diberi nilai merah adalah Panpel. Ya, memang bermain di ibukota Jakarta banyak hambatannya, misalnya yang paling krusial adalah perijinan. Namun, jika memang tidak diijinkan dengan alasan keramaian dan keamanan, ada beberapa event yang jauh lebih besar coverage-nya juga diperbolehkan berlangsung di GBK... Jadi? Ya, UUD (Ujung-Ujungnya Duit).


Ada beberapa cerita mengenai perjuangan perijinan Persija kemarin. Ada yang bilang bahwa kepolisian sudah diberi 'uang keamanan' 90 juta rupiah ke Polda. Namun, kesalahannya adalah di tingkatan Polres dan Polsek tidak diberi 'jatah' sehingga ijin juga tak bisa keluar. Polda hanya bisa memberi surat rekomendasi, selebihnya tergantung Polres dan Polsek. Ada yang bilang, gara-gara giginya hilang saat menghalau massa Rojali (Rombongan Jakmania Liar), jadi tidak diberi ijin. Dari klaim pemerintah, ada yang bilang karena Fauzi Bowo-lah yang bertitah beri Persija ijin dalam rangka ulang tahun Jakarta, maka ijin langsung keluar.

Entahlah mana yang benar. Dari dulu hingga sekarang, ada yang tak pernah berubah. Semua orang selalu merasa penting berkontribusi dalam Persija. Padahal, kami yang suporter, tak pernah merasa dan meng-klaim diri kami penting, tapi kami selalu ada untuk klub kami, Persija Jakarta.

Pada akhirnya, perkataan coach RD yang akan selalu saya ingat di akhir musim ini:
"Ini (peringkat 3) yang terbaik yang bisa kami berikan untuk Persija, dengan hasil kerja keras kita sendiri."

3 gol, 3 poin terakhir untuk peringkat 3
Search