Sejujurnya, ini pertama kalinya saya melakukan perjalanan ke
Eropa. Dan yang menyenangkan adalah saya pergi sendirian! Tujuan utama saya
adalah mengikuti konferensi sepak bola bernama International Football
Development Conference 2012 yang berlangsung 12-13 Desember di RAI Conferention
Centre, Amsterdam. Pembicaranya ada dari perwakilan FIFA, UEFA, KNVB, DFB, Johan
Cruyff Foundation dan bahkan mantan pemain Liverpool yang menjadi direktur
teknik FFF, Gerard Houllier juga membawakan satu sesi tentang karakteristik
dalam pengembangan pembinaan usia muda.
Kata-kata mengenai pembinaan sering hanya menjadi ‘citra’
belaka di Indonesia. Namun, tidak bagi para peserta dan pembicara di konferensi
ini. Saya sungguh belajar banyak, bagaimana untuk bisa total membangun sebuah
pondasi sepak bola yang kuat, kuncinya adalah di pembinaan. Bahkan, Johan
Cruyff Foundation juga mengembangkan skema untuk membentuk talenta pemain yang
berkarakter. Dengan filosofi “football
is about quality and result. Result without quality is boring, quality without
results makes no sense”, mereka menyadari pentignnya intelegensia agar
pemain bukan hanya sebagai ‘robot’ namun ‘decision maker’ baik di dalam
lapangan, maupun di kehidupan sehari-hari. Tentunya sulit membahas hal seperti
ini di Indonesia.. Hehe..
Selesai berkonferensi ria, saya langsung mengepak barang
menuju Belgia. Vise menjadi tujuan selanjutnya. Demi menyaksikan salah satu
klub yang kebetulan dimiliki oleh orang Indonesia, dan ada pemain-pemain muda
tanah air disana, saya menempuh perjalanan dengan kereta sekitar 2 jam. Bertemu
Syamsir Alam, Yandi Sofyan dan Alvin, tentu membuat hati senang. Saya
memberikan 3 jersey pemain favorit mereka di Persija, Bambang Pamungkas dan
Ismed Sofyan. Saya juga berkesempatan menonton langsung pertandingan CS Vise vs
FC Sint Niklaas yang berakhir dengan skor 0-0, bahkan saya diajak untuk gala
dinner dengan manajemen CS Vise. Dan senangnya, saya dioleh-olehi jersey CS
Vise milik Syamsir Alam.
Kembali ke Belanda, saya langsung mengejar waktu karena
tidak ingin melewatkan sebuah pertandingan besar. Memang dari awal datang ke
negeri kincir ini, saya agak kecewa karena Ajax Amsterdam sedang menjalani
partai tandang. Namun, kekecewaan saya malah membuahkan kebahagiaan karena
bertemu dengan salah seorang jurnalis sepak bola sekaligus yang sering membantu
pemain keturunan, yaitu mas Eka Tanjung. Perkenalan di sosial media akhirnya
berlanjut dengan kopi darat dan saya dibelikan akreditasi untuk menonton NEC
Nijmegen vs PSV Eindhoven. Jadwal main yang malam (kickoff 19:45) membuat
Goffert Stadium penuh karena sepak bola menjadi hiburan utama di kota Nijmegen,
apalai lawannya juga bagus. Saya berkesempatan masuk ke dalam media room yang
disatukan dengan press conference room. Mas Eka yang baik hati memberikan saya
tiket nonton dan akreditasi sehingga saya bisa ikut di konferensi pers atau
bahkan bisa mewawancarai pemain/pelatih. Dan, saya berhasil foto bersama salah
satu pemain idola saya: Mark van Bommel!
Menjelang pulang, saya mampir ke Ajax Arena dan Ajax
Experience. Surga bagi fans Ajax karena disini semua museum dan memorabilia tim
yang terbentuk dari tahun 1900 ini. Saya terkagum dengan visi dan misi akademi
Ajax, histori dan bagaimana Ajax menciptakan legenda. Setelah itu, tidak lupa
saya mengunjungi Heineken Experience. Sebagai museum merek bir yang identik
sebagai sponsor sepak bola, tentunya saya tidak lupa mengabadikan foto-foto di
UEFA Champions League Wall of Fame. Tidak lupa dengan memakai syal Persija
Jakarta. Hehe..
Banyak pelajaran berharga mengenai sepak bola di negeri
tulip ini. Semoga suatu saat kita tidak kalah dengan Belanda! Hup Hup Indonesia
Hup! J