Seminggu lalu saya bertemu dengan seorang mentor. Niat hati ingin mengobrol dan berdiskusi panjang lebar. Namun ternyata berubah menjadi sebuah penawaran. Tawaran untuk bekerja dan berdedikasi ke dalam lingkungan baru. Saya terdiam. Sejujurnya, saya tidak pernah mengharapkan ini. Diskusi kami tentang persepakbolaan sungguh menyenangkan dan saya banyak belajar, bukan hanya tentang sepak bolanya saja, namun tentang kehidupan. Dan ketika itu menjadi sebuah tawaran, saya bingung.
Sejak 2008, saya mulai memasuki lingkungan ini. Dengan segala kenaifan dan ketidaktahuan, saya banyak belajar. Dan saya merasa saya menjadi dewasa dan besar karena banyak orang yang mendukung dan mau dengan sabar mengajarkan ke saya, baik langsung maupun tidak langsung.
Dunia dan lingkungan yang ajaib bernama sepak bola nasional. Saya hanya sebutir debu dari dunia yang kompleks ini. Jika banyak orang yang tidak tahan dan jengah di lingkungan ini, ya saya hanya bisa berkata saya tinggal bersama mereka. Ini hidup kedua saya, tentu setelah keluarga. Dan tentunya pula, saya tidak mau menjadikan lingkungan ini hidup saya satu-satunya.
Lalu, berbagai tantangan datang. Ada sikap yang harus diambil. Sesungguhnya, saya benci berselisih. Sedari kecil saya tumbuh di tengah ketidaksukaan antar sesama orang, baik orang tua saya, keluarga dan sekitar. Dan saya selalu merasa saya korban. Karena itu, saya menghindari perselisihan. Walaupun saya tidak menampik, terkadang ketidaksukaan itu ada. Tapi sejujurnya, saya sering menangis ketika harus mengalami tidak suka atau tidak disukai.
Sebuah titik balik paling penting dan menyakitkan adalah ketika harus keluar dari klub yang saya cintai. Sedih itu masih ada, dan akan selalu ada. Apalagi, kini sebagai orang yang hanya bisa mendukung dari luar, menempatkan posisi sebagai yang tidak boleh tahu banyak, membuat derita karena tidak bisa membantu dengan banyak juga.
Namun, Tuhan tidak membiarkan saya terlarut dalam pikiran tersebut. Ada tugas baru yaitu menyelami sepak bola amatir, yang sering dilupakan bahkan dianggap hina oleh kalangan tertentu. Tugas baru, lingkungan baru dan tantangan baru. Saya mulai menikmati ini semua. Disinilah pilar penting sepak bola negeri ini. Dan bagian yang menyenangkan adalah saya bisa melihat esensi murni yaitu pembinaan.
Banyak yang bertanya apa yang saya dapat dari ini semua. Nyaris tak ada prestasi yang lebih, dibanding mungkin bekerja di tempat lain atau tidak di tempat ini. Saya tersenyum. Sesungguhnya, saya tidak pernah mencari rejeki di lingkungan ini. Tuhan mengalirkan berkah untuk saya dari tempat lain, dari membantu usaha keluarga, dari hasil usaha saya sendiri dan dari investasi. Hingga saat ini, puji Tuhan saya tidak pernah berkekurangan. Saya tidak pernah diajarkan serakah oleh ibu, saya selalu diperingatkan harus bersyukur oleh ayah saya. Dan itu menjawab banyak pertanyaan tadi, mengenai apakah saya bisa hidup dari sepak bola. Walaupun memang saya harus memutar otak lagi karena harus membagi pikiran ke pekerjaan, selain ke sepak bola ini.
Dan tibalah di suatu masa. Tepat di minggu lalu. Tantangan baru. Yang entah apa lagi yang Tuhan ingin saya jawab dan kerjakan.
Saya percaya, saya ditaruh dan diberi rasa cinta di lingkungan ini, karena pekerjaan dariNya. Bukan sok religius, tapi selain karakter dan pikiran, iman saya juga bertumbuh. Di tengah apa yang mereka sebut penjahat, saya bisa masih menunjukkan perilaku sebagai anak Tuhan.
Seperti yang tertulis di Alkitab:
Whatever you do, work heartily, as for the Lord and not for men (Kolose 3:23)
Senin, 08 April 2013
Langganan:
Postingan (Atom)