Beberapa saat lalu, persatuan wartawan sepak bola yang
tergabung dalam PSSI Pers mengadakan sebuah workshop
dengan judul ‘Sudah Kerja Apa Saja PSSI?’ Workshop tersebut dihadiri oleh
tamu special yaitu Pieter Huistra, yang baru saja ditunjuk sebagai Direktur
Teknik PSSI. Bisa dibilang ini adalah ajang perkenalan pertama antara Peter dan
para jurnalis di forum resmi.
Pieter Huistra, berasal dari Belanda dan menghabiskan
kebanyakan waktu bersama Groningen, baik sebagai pemain maupun pelatih. Dengan
bekal pengalaman tersebut, ia didapuk menjadi Direktur Teknik PSSI untuk
pengembangan usia muda. Memang, takkan ada lagi yang meragukan Belanda dalam
hal young development. Entah karena
faktor historis kita dengan negeri kincir angina, atau memang persepsi bahwa
Oranje memang terkenal dengan tradisi pembinaan, membuat dirinya menjadi
pilihan federasi.
Yang menarik, Peter Huistra ini adalah orang yang terbiasa
bekerja di lapangan. Berkali-kali ia menekankan pentingnya fasilitas lapangan
untuk pengembangan usia muda. Dan tentunya, pengadaan lapangan tidak bisa tidak
melibatkan pihak pemerintah. Disinilah tantangannya. Baik federasi maupun
pemerintah harus saling bahu membahu demi sepak bola negeri ini. Jika tidak,
mau direktur teknik dari manapun tentu tidak bisa bekerja maksimal.
Selain lapangan, Peter juga takjub dengan begitu banyaknya
‘tim’ yang diikuti oleh pemain muda disini. Begitu padatnya turnamen atau
kompetisi yang diselenggarakan berbagai pihak membuat porsi latihan dan
adaptasi pemain menjadi tidak beraturan. Kesibukan pemain tersita di jadwal
pertandingan dan beban latihan yang berat akhirnya membuat pertumbuhannya
terhambat dan karirnya tidak berkembang ketika sudah masuk jenjang profesional.
Bayangkan saja, terkadang pemain harus mengikuti 2-3 tim sekaligus. Entah PON
atau Diklat atau Suratin atau swasta seperti Danone atau Kompas Gramedia atau
seleksi timnas. Tumpang tindih kategori umur inilah yang menjadikan pemain jadi
harus menghabiskan waktu dengan selalu bermain dan berlatih. Ini mungkin salah
satu faktor mengapa tim muda kita lebih bersinar ketimbang tim senior.
Bahasan yang tak kalah ramai adalah tentang visi meraih
kemenangan. Beberapa kompetisi usia muda disini memang tidak berbentuk festival
yang mengejar kesenangan belaka. Tapi, akan selalu ada titel juara yang
bergengsi dan berskala nasional yang menjadi incaran. Hal ini dianggap membuat
para pemain jadi terobsesi untuk mengejar kemenangan dengan menghalalkan segala
cara. Di beberapa kasus, pemain muda ada yang berani memukul wasit atau adu
jotos. Pieter berujar jika kemenangan adalah bagian dari sebuah pertandingan.
Bagaimana meraih kemenangan itulah yang penting untuk diedukasi. Dan tentunya
ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah. Pelatih pun harus memiliki visi
berbeda dan mau benar-benar berdedikasi untuk pengembangan talenta muda.
Seiring dengan itu, akhir-akhir ini sedang berdengung
kampanye Bekukan PSSI. Bahkan Menteri Pemuda dan Olahraga pun turun tangan
dengan membentuk Tim Sembilan yang ditugaskan sebagai ‘pengawas’ badan
tertinggi sepak bola di Indonesia. Entah dengan maksud apa, tapi kepedulian
Menpora terhadap PSSI sebetulnya patut diapresiasi. Tapi, jika hanya sebatas di
sosial media atau di wacana permukaan saja, tentu tidak akan ada solusi.
Bayangkan jika pemerintah dan PSSI bisa saling membantu.
Sepak bola kita memang tak akan instan menjadi baik. Kita tak bisa juga
langsung ikut Piala Dunia (jika itu tolok ukur kesuksesan sepak bola sebuah Negara).
Tapi, setidaknya kita bekerja untuk generasi selanjutnya. Kita tidak hanya
bertengkar tentang siapa penguasa dan siapa mafia. Kita tidak hanya berdebat
terus-terusan soal suap. Kita tidak selamanya pesimis dengan timnas. Kita tidak
terus berlindung dengan alasan postur. Kita ada untuk anak, cucu dan masa depan
kita. Bekerja lebih baik sekarang untuk esok yang lebih baik. Generasi masa
depan bisa dengan lega bermain bola. Para orang tua bisa lega merelakan anaknya
memilih profesi di sepak bola.
Jika ditanya, apakah PSSI sudah bekerja? Tentu sudah. Sudah
kerja apa saja? Tentu banyak. Haruskah PSSI dibekukan? Tidak harus. Mengapa?
Karena suka atau tidak, semua yang namanya sepak bola, yang kita cintai ini,
harus diatur oleh sebuah badan. Yang mengurus badan itulah yang harus dibenahi.
Terlalu banyak bahasan tentang sepak bola di negeri ini. Sekarang,
tergantung bagaimana kita mau menyaring itu semua dan lebih memilih, mau apa
dan bagaimana pandangan kita akan sepak bola disini.
Peter Huistra bisa jadi harapan atau tidak untuk sepak bola
kita, tentu tergantung cara pikir kita. Akan selalu ada alasan untuk segala hal
dan itu semua wajar. Mungkin, karena kita terlalu sayang dengan sepak bola
Indonesia yang tak kunjung sembuh ini.